Rabu, 17 Maret 2021

Menghargai air : Memulai dari hulu, berakhir di kehidupan

 

Mengalir sejauh 320 kilometer, Sungai Brantas menjadi  bagian penting penyangga kehidupan di Jawa Timur. Sejak abad ke-8  daerah aliran sungai brantas telah berdiri kerajaan dengan corak pertanian yang kental, wilayah ini cocok untuk pengembangan sistem pertanian dengan irigasi yang teratur.  kerajaan tersebut bernama kanjuruhan(Tanudirdjo,1997).

Sungai brantas mengalir melewati beberapa daerah yaitu Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, kota Malang, kota Blitar, kota Kediri, kota Mojokerto dan kota Surabaya. Sepanjang aliran brantas selalu muncul isu terkait penurunan kualitas air, pencemaran limbah dan sampah yang tak kunjung teratasi. Adapun isu terbaru yang mulai mencuat sejak 15 tahun terakhir, yaitu fluktuasi air permukaan yang tinggi. Ketika musim hujan kondisi air sungai sangat berlebih bahkan seringkali terjadi banjir, sedangkan ketika musim kemarau kondisi air berkurang secara drastis. Di beberapa daerah bahkan air samasekali tidak mengalir sehingga seringkali terjadi gagal panen.

                “Hulu” merupakan awal dari aliran sungai yang nantinya akan mengalir hingga ke hilir. Karena merupakan awal, maka tidak berlebihan jika dikatakan kualitas air sepanjang aliran sungai ditentukan sejak dari hulu, tentu sepanjang daerah yang dilewat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air nantinya, namun setidaknya menjaga hulu adalah menjaga sumber dimana awal dari sebuah aliran sungai terjadi.

Kota Batu yang sebagai kota wisata merupakan bagian penting yang menjadi daerah tangkapan air sekaligus hulu dari sungai brantas. Namun terdapat beberapa masalah ekologi yang timbul di hulu Sungai Brantas ini. Menurut Walhi Jawa Timur terjadinya  kerusakan lingkungan di hulu menyebabkan debit Sungai Brantas anjlok. Terdapat, alih fungsi kawasan hutan lindung di Kaki Gunung Arjuna, berubah jadi areal pertanian sayur-mayur, industri dan bangunan. Meskipun pemerintah kota batu telah banyak melakukan penyuluhan mengenai pertanian organik, namun limbah dari pestisida masih menjadi penyumbang pencemaran di hulu Sungai Brantas. Berkurangnya tutupan lahan di Kota Batu juga menyebabkan tingginya nilai erosi dan sedimentasi. menurut Kepala Bappeda Kota Batu, Rudianto, pada tahun 2007 Dikemukakan bahwa DAS Kali Brantas dalam kondisi kritis yaitu mengalami erosi dan sedimentasi sangat tinggi, dimana erosi permukaan mencapai 5000 km3 /km2 /tahun dan sedimentasi 30.000 km3 /km2 /tahun.  Memasuki daerah perkotaan permasalahan ini bertambah dengan bertambahnya sampah plastik dan sampah organik yang seringkali dibuang secara sembarangan di sungai.

                Untuk merawat sungai dengan baik, ada baiknya kita mulai dari hulu yang merupakan awal dari aliran sungai. Tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab mereka yang tinggal dan berkehidupan di bagian hulu, namun seluruh masyarakat yang kehidupannya berdampak pada suatu DAS Brantas, baik di bagian tengah hingga bagian hilir, karena sungai merupakan unsur alam yang berkesinambungan. Bagian hulu sebagai penentu awal kualitas lingkungan diharapkan mampu menyediakan sumberdaya air yang berkualitas dan manfaat lingkungan yang baik. Sedangkan bagian tengah dan hilir yang merupakan tempat dimana industri dan perputaran ekonomi terjadi diharapkan mampu memberikan manfaat ekonomi yang baik untuk hulu. Kerusakan yang kini terjadi merupakan tugas masing-masing.  Pemerintah, industri dan masyarakat harus secara “terpadu” mengelola Aliran Sungai Brantas agar dapat mencapai  kelestarian ekologi  tanpa mengesampingkan manfaat ekonomi. Upaya dalam menghargai air yang mengalir sejak dari hulu merupakan awal dari upaya untuk menghargai kehidupan sepanjang aliran selanjutnya.

#HariAirDuniaXXIX2021 

#MengelolaAirUntukNegeri

#SigapMembangunNegeri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar